Ibnu mas`ud radliyallahu `anhu berkata, bahwa syukur itu setengah dari agama dan setengahnya lagi adalah sabar.
وحقيقة الشكر : فعل المأمور ، وحقيقة الصبر : ترك المحظور
Hakikat syukur adalah “fi`lul ma’mur”
(mengerjakan yang diperintahkan oleh Allah dan menjaga sunnah-sunnah
Nabi-Nya Shallallu `alaihi wa sallam). Sedangkan hakikat Sabar itu
adalah “tarkul mahzhur” (meninggalkan yang dilarang oleh syari`at
Allah), tidak melanggar larangan Allah dan menyelisihi sunnah Nabi-Nya
Shallallahu `alaihi wa sallam. (`Uddatush shabirin wa Dakhiratusy Syakirin, Ibnul Qayyim al Jauziyah, hal. 140).
Asal Makna Syukur:
Asal makna syukur menurut bahasa adalah ia;lah tampaknya bekas (pengaruh) makanan ada tubunh binatang dengan jelas.
Di dalam shahih Muslim disebutkan suatu riwayat yang berbunyi:
حتى إن الدواب لتشكر من لحومهم.
“Sehingga binatang-binatang itu bersyukur dagingnya”.
Syukur termasuk tempat persinggahan yang paling tinggi , di atas tingikatan ridla. Dan bahkan Ridha itu sendiri merupakan satu tahapan dalam syukur. Mustahil ada “syukur” tanpa ada “ridla”.
Allah memerintahkan syukur dan melarang kebalikannya, memuji pelakunya, mensifatinya sebagai makhluk-Nya yang khusus, menjanjikan kepadanya dengan pahala yang baik, menjadi kan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambahan karunia-Nya, memelihara dan menjaga nikmat-Nya.
Allah juga mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang dapat
mengambil manfaat dan pela-jaran dari ayat-ayat-Nya, mengambil salah satu dari asma'-Nya, karena Allah adalah Asy-Syakur, yang
berarti menghantarkan orang yang bersyukur kepada Dzat yang
disyukurinya, sementara orang-orang yang bersyukur di antara
hamba-hamba-Nya
amat sedikit. Allah befirman,
(واشكروا نعمة الله إنكتم إياه تعبدون)
"Dan, bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian mcnyembah." (Al-Baqarah: 172).
وقال تعالى :(واشكروالي ولا تكفرون) سورة البقرة : 152. وقال تعالى أيضا: ( إن إبراهيم كانت أمة قانتا لله حنيفا ولم يك من المئركين شاكرا لأنعمه) سورة النحل: 120-121).
وقال تعالى في سورة النحل: 78:
(والله أخرجكم من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئا. وجعل لكم السمع والأبصار والأفئدة لعلكم تشكرون)
"Dan,
Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalamkeadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kalian bersyukur." (An-
Nahl: 78).
(وإذ تأذن ربكم لإن شكرتم لأزيدنكم ، ولئن كفرتم إن عذابي لشديد)
"Dan
(ingatlah) tatkala Rabb kalian memaklumkan, Sesungguhnya jika kalian
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika
kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih'." (Ibrahim: 7).
(إن في ذلك لآيات لكل صبار شكور)
"Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi seinua
orang yang sangat sabarlagi banyak bersyukur." (Luqman: 31).
(إن هذا كان لكم جزاء وكان سعيكم مشكورا) سورة 76: 22). (واعبدوه واشكروا له إليه ترجعون) سورة 29: 17) (وسيجزى الله الشاكرين) سورة 3: 144)
Allah menamakan Diri-Nya Asy-Syakir dan Asy-Syakur, dan
juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan dua nama ini. Dengan
begitu Allah mensifati mereka dengan sifat-Nya dan memberikan nama
kepada mereka dengan nama-Nya. Yang demikian ini sudah cukup untuk
menggambarkan
kecintaan dan karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang
bersyukur. Pengabaran tentang sedikitnya orang-orang yang bersyukur di
dunia ini, berarti menunjukkan kekhususan mereka, seperti flrman-Nya,
(وقليل من عبادي الشكور)
"Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (Saba'':13).
Di dalam Asli-Shahihain disebutkan dari Rasulullah ShallallahuAlaihi wa Sallam, bahwa
ketika kedua telapak kaki beliau bengkak karena terla-lu lama berdiri
mendirikan shalat malam, lalu ada orang yang bertanya kepada beliau,
"Mengapa engkau melakukan yang demikian itu, padahal Allah telah
mengampuni dosa engkau yang telah lampau dan yang akan datang?" Maka
beliau menjawab,
أفلا أكون عبدا شكورا ؟
"Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?"
Beliau
juga pernah berkata kepada Mu'adz, "Demi Allah wahai Mu'adz, aku
benar-benar mencintaimu. Maka janganlah engkau lupa mengucapkan setiap
usai shalat,
اللهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
"Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mudan beribadah dengan baik kepada-Mu."
Ada 5 (lima) landasan Syukur:
والشكر مبني على خمس قواعد : خضوع الشاكر للمشكور ، وحبه له ، واعترافه بنعمته ، وثناءه عليه بها ، وأن لا يستعملها فيما يكره.
(1) Orang yang bersyukur tunduk kepada (Dzat) yang disyukuri, yaitu Allah Ta`ala.
(2) mencintai-Nya,
(3) mengakui nikmat-Nya,
(4) memuji-Nya karena nikmat itu,
(5) dan tidak menggunakan nikmat itu untuksesuatu yang dibenci-Nya.
Inilah
lima sendi dan dasar syukur. Jika ada salah satu di antaranyayang
hilang, maka sendi syukur itu pun menjadi kosong, yang menjadikan syukur
tidak sempurna.
Banyak orang yang membicarakan perbedaan antara pujian dan syukur, mana yang lebih tinggi dan lebih utama di antara keduanya?
Di dalam hadits disebutkan, "Pujian adalah pangkal syukur. Siapa yang tidak memuji Allah, maka dia tidak bersyukur kepada Allah."
(الحمد رأس الشكر ، فمن لم يحمد الله لم يشكره) ،
والفرق
بينهما: أن (الشكر) أعم من جهة أنواعه وأسبابه ، و أخصّ من جهة متعلقاته.
و(الحمد) أعم من جهة المتعلقات) وأخصّ من جهة الأسباب.
Perbedaan di antara keduanya, bahwa syukur lebih umum jika ditinjau dari jenis-jenis dan sebab-sebabnya, namun lebih khusus jika ditinjau dari kaitan-kaitannya. Sedangkan pujian lebih umum jika ditinjau dari kaitan-kaitannya, namun lebih khusus jika ditinjau dari sebab-sebabnya.
Artinya, syukur
itu bisa dengan hati yang menunjukkan ketundukan, dengan lisan yang
menunjukkan pengakuan, dengan anggota tubuh yang menunjukkan ketaatan.
Sedangkan kaitannya adalah nikmat, tanpa si-fat-sifat Dzat Allah. Maka
tidak bisa dikatakan, "Kami bersyukur kepada Allah atas hidup,
pendengaran, penglihatan dan ilmu-Nya."
Allah
adalah yang dipuji dengan sifat-sifat ini, sebagaimana Dia dipuji
karena kebaik-an dan keadilan-Nya. Syukur dilakukan karena kebaikan dan
nikmat.
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata,
الشكر : إسم لمعرفة النعمة، لأنها السبيل إلى معرفة المنعم. ولهذا سمى الله تعالى الإسلام والإيمان في القرآن : شكرا)
"Syukur merupakan istilah untuk mengetahui nikmat, karena mengetahui nikmat ini merupakan jalan untuk mengetahui Pemberi nikmat. Karena itu Allah menamakan Islam dan iman di dalam Al-Qur'an dengan syukur."
Mengetahui
nikmat merupakan salah satu dari beberapa rukun syukur, bukan karena ia
bagian dari syukur seperti yang disebutkan di atas, bahwa syukur itu
merupakan pengakuan terhadap nikmat, pujian kepada Allah karena nikmat
itu dan mengamalkan nikmat seperti yang diridhai- Nya, tapi karena
mengetahui nikmat ini merupakan rukun syukur yang paling besar, sehingga
syukur mustahil ada tanpa mengetahui nikmat.
Nikmat merupakan jalan untuk mengetahui Pemberi nikmat,
artinya dengan mengetahui nikmat itu akan membuat seorang hamba bisa
mengetahui Pemberi nikmat. Jika dia mengetahui Pemberi nikmat, tentu
akan mencintainya dan bersungguh-sungguh dalam mengharapkan-Nya.
Sebab
siapa yang mengetahui Allah, tentu akan mencintai-Nya, dan siapa yang
mengetahui dunia, maka Allah akan membuatnya membenci dunia.
ومعاني الشكر ثلاثة أشياء: معرفة النعمة ، ثم قبول النعمة ، ثم الثناء بها.
Menurut Syaikh, makna-makna syukur ada tiga macam:
Mengetahui nikmat, menerima nikmat dan memuji karena nikmat itu.
Mengetahui
nikmat artinya menghadirkan nikmat itu di dalam pikiran, mempersaksikan
dan membedakannya. Menerima nikmat artinya menerimanya dari Pemberi
nikmat, dengan memperlihatkan kebu-tuhan kepada nikmat, yang sebenarnya
dia tidak berhak menerimanya, apalagi dia mengeluarkan harga untuk
mendapatkannya. Dia melihat dirinya seperti anak kecil yang hanya bisa
menerima pemberian. Memuji karena nikmat itu artinya memuji Pemberi
nikmat. Ada dua macam tentang pujian ini, yaitu: Umum dan khusus. Umum
artinya mensifati Allah dengan sifat murah hati dan mulia, bajik, baik,
luas pemberian-Nya dan lain sebagainya. Sedangkan yang khusus ialah
menyebut-nyebut nikmat-Nya dan mengabarkan bahwa nikmat itu telah sampai
kepadanya, sebagaimana firman-Nya,
(وأما بنعمة ربك فحدث)
"Dan, tcrhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebutnyebutnya."
(Adh-Dhuha: 11).
Ada dua pendapat tentang menyebut-nyebut nikmat Allah ini:
1. menyebut
nikmat itu dan mengabarkannya, seperti perkataan hamba, "Allah telah
melimpahkan nikmat kepadaku berupa ini dan itu." Menurut Muqatil,
artinya bersyukurlah saat menyebut nikmat yang dilimpahkan kepadamu.
Adapun nikmat seperti yang disebutkan dalam
surat Adh-Dhuha ini ialah seperti anak yatim yang mendapat perlindungan
setelah terlantar, mendapat petunjuk setelah tersesat, mendapat
kecukupan setelah kekurangan. Menyebut-nyebut nikmat ini merupakan
gambaran syukur. Disebutkan dalam atsar yang dimarfu'kan, "Siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, tidak mensyukuri yang banyak. Siapa yang
tidak berterima kasih kepada manusia, tidak bersyukur kepada Allah.
Menyebut-nyebut nikmat Allah adalah syukur, dan tidak menyebut-nyebutnya
adalah kufur. Bersatu itu rahmat dan perpecahan itu adzab."
2. Kedua, Menyebut-nyebut
nikmat yang diperintahkan dalam ayat ini ialah menyeru kepada Allah dan
menyampaikan risalah-Nya serta mengajari umat. Menurut Mujahid, artinya
nubuwah. Menurut Az-Zajjaj, artinya: Sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dan beritahukanlah nubuwah yang diberikan Allah kepadamu.
Menurut Al-Kalby, artinya Al-Qur'an dan perintah untuk membacanya.Yang
benar adalah mencakup kedua macam pengertian ini, sebab kedua-duanya
merupakan bentuk nikmat yang diperintahkan untuk disyukuri dan
disebut-sebut. Dengan menampakkan nikmat ini berarti mensyukurinya.
Perintah
Allah untuk mensyukuri nikmat merupakan bentuk lain dari nikmat Allah
dan kemurahan-Nya kepada hamba. Sebab manfaat syukur kembali kepada
hamba, di dunia dan di akhirat, bukan kembali kepada Allah. Hambalah
yang mengambil manfaat dari syukurnya, sebagaimana firman-Nya,
"Dan, barangsiapa yang bersukur (kepada Allah), maka sesungguhnyia ia bersyukur untuk dirinya sendiri." (Luqman: 12).
Menurut pengarang ”Manahijus Sa’irin”, syukur ada tigaderajat, yaitu:
وهوعلى
ثلاث درجات : (1) الشكر على المحابّ، وهذا شكر تشاركت فيه المسلمون
واليهود والنصارى والمجوس. (2) الشكر في المكاره. وهذا ممن تستوى عنده
الحالات : إظهارا للرضى. وممن يميز بين الأحوال: الكظم الغيظ، وستر الشكوى،
ورعاية الأدب، وسلوك مسلك العلم. وهذا الشاكر من يدعى إلى الجنة. (3) أن
لا يشهد العبد إلا المنعم. فإذا شهد المنعم عبودية : استعظم منه النعمة.
وإذا شهده حبا : استحلى منه الشدة. وإذا شهده تفريدا : لم يشهد منه نعمة ،
ولا شدة.
1. Mensyukuri hal-hal disukai.
Ini merupakan syukur yang bisa dilakukan orang-orang Muslim, Yahudi,
Nasrani dan Majusi. Di antara keluasan rahmat Allah, bahwa yang demikian
ini dianggap syukur, menjanjikan tambahan dan memberikan pahala. Jika
engkau mengetahui hakikat syukur, dan bagian hakikatnya ada-lah
menggunakan nikmat Allah sebagai penolong untuk taat dan mendapatkan
ridha-Nya, berarti engkau telah mengetahui kekhususan pemeluk Islam
sesuai dengan derajat ini, dan bahwa hakikat mensyukuri apa-apa yang
disukai ini sebenarnya bukan milik selain orang-orang Muslim. Memang di
antara rukun dan bagian-bagiannya ada yang menjadi bagian selain
orang-orang Muslim, seperti pengakuan terhadap nikmat itu dan pujian
terhadap Pemberi nikmat. Karena semua makhluk be-rada dalam nikmat
Allah. Siapa pun yang menyatakan Allah sebagai Rabb, satusatunya
pencipta dan yang memberi karunia, maka dia akan mendapat tambahan
nikmat-Nya. Tetapi permasalahannya terletak pada kesempurnaan hakikat
syukur, yaitu meminta nikmat itu untuk mendapatkan ridha-Nya. Aisyah Radhiyallahu Anha pernah
menulis surat kepada Mu'awiyah, yang di antara isinya, "Minimal
kewajiban yang diberikan orang yang diberi nikmat terhadap yang memberi
nikmat ialah janganlah menjadikan nikmat yang diberikan itu sebagai
sarana untuk mendurhakai-Nya."
2. Syukur karena mendapatkan sesuatu yang dibenci.
Ini bisa dilakukan orang yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan,
dengan tetap memperlihatkan keridhaan, atau dilakukan orang yang bisa
membedakan berbagai macam keadaan, dengan menahan amarah, tidak
mengeluh, memperhatikan adab dan mengikuti jalan ilmu. Orang yang
bersyukur macam inilah yang pertama kali dipanggil masuk surga. Syukur
justru pada saat mendapatkan sesuatu yang dibenci lebih berat dan lebih
sulit daripada syukur pada saat mendapat sesuatu yang disukai. Maka dari
itu derajat ini lebih tinggi tingkatannya, yang tidak bisa dilakukan
kecuali salah satu dari dua orang: Pertama, seseorang yang tidak
membedakan berbagai macam keadaan. Dia tidak peduli apakah sesuatu yang
dihadapinya itu disukai atau dibenci, dia tetap bersyukur atas
keadaannya, dengan menampakkan keridhaan atas apa yang dihadapinya.
Kedua, orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan. Pada dasarnya
dia tidak menyukai sesuatu yang diben-ci dan tidak ridha jika hal itu
menimpanya. Tapi kalau pun benar-be-nar menimpanya, toh dia tetap
bersyukur kepada Allah. Cara syukur-nya ialah dengan menahan amarah,
tidak berkeluh kesah, memper-hatikan adab dan ilmu. Sebab ilmu dan adab
menyuruh syukur kepada Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang,
dalam keadaan senang maupun susah. Orang yang bersyukur dengan cara ini
merupakan orang yang pertama kali dipanggil masuk surga, karena dia
menghadapi sesuatu yang dibenci dengan syukur. Sementara kebanyakan
orang menghadapinya dengan kegelisahan dan amarah, ada yang
menghadapinya dengan sabar, dan ada yang menghadapinya dengan ridha.
Sedangkan syukur merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari ridha dalam
menghadapi sesuatu yang dibenci.
3. Hamba
tidak mempersaksikan kecuali Pemberi nikmat. Jika dia
mempersaksikan-Nya karena ubudiyah, maka dia menganggap nikmat dari-Nya
itu amat agung. Jika dia mempersaksikan-Nya karena cinta, maka kesusahan
terasa manis. Jika dia mempersaksikan-Nya karena penge-saan, maka dia
tidak mempersaksikan apa yang datang dari-Nya seba-gai nikmat atau
kesusahan.
Orang-orang yang ada dalam derajat ini dibagi menjadi tiga macam:
وقسم
أهلها إلى ثلاثة أقسام : (أ) أصحاب شهود العبودية، (ب) أصحاب شهود الحب ،
(ج) أصحاب شهود التفريد. وجعل لكل منهم حكما، هو أولى به.
Orang
yang memiliki kesaksian ubudiyah, orang yang memiliki kesaksian cinta,
dan orang yang memiliki kesaksian pengesaan. Kesaksian ubudiyah artinya
kesaksian hamba terhadap tuannya yang memiliki kekuasaan terhadap
dirinya. Pada hamba atau budak jika berada dihadapan tuannya, maka
mereka lupa kemulian diri sendiri, memperhatikan dengan seksama ke arah
tuannya, lupa memperhatikan keadaan diri sendiri. Keadaan seperti ini
banyak dilihat dalam pertemuan di hadapan raja umpamanya. Orang yang
memiliki kesaksian semacam ini, apabila mendapat nikmat dari tuannya,
maka dia menganggap dirinya terlalu kerdil untuk menerimanya, namun
hatinya tetap dipenuhi dengan rasa cinta kepada tuannya. Kesaksian cinta
juga tak berbeda
jauh keadaannya dengan kesaksian ubudiyah. Hanya saja orang yang
memiliki kesaksian ini merasakan yang berat menjadi ringan, yang pahit
terasa manis. Sedangkan kesaksian pengesaan tidak terpengaruh oleh rupa,
tidak mempersaksikan nikmat dan tidak pula cobaan.
(Madarijus Salikin Jilid II, hal . 242-258; Ibnul Qayyim al Jauziyah rahimahullah)
(Madarijus Salikin Jilid II, hal . 242-258; Ibnul Qayyim al Jauziyah rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar