Minggu, 21 April 2013

DUA AIR YANG TIDAK MENYATU

Foto: DUA AIR YANG TIDAK MENYATU

Pertemuan dua lautan disebut-sebut dalam beberapa ayat al-Quran. Di antaranya dalam kisah nabi Musa as  [QS. al-Kahfi 18:60] dan mungkin yang paling banyak menarik perhatian kalangan ilmuwan adalah salah satu firman Allah SWT berikut ini:

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” [QS. Ar-Rahmaan 55:19-20]

Dalam ayat tersebut disebutkan adanya “Barzakh” atau pembatas sedangkan pada an-Naml 27:61 disebutkan adanya “Haajiz” atau pemisah.

Pada umumnya banyak yang menafsirkan dua lautan yang dimaksud adalah pertemuan antara Laut Merah dan Laut Mediterania dengan titik pemisahnya ada di Terusan Suez, atau pertemuan Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik dengan titik pemisahnya ada di Terusan Panama. 

PERTAMA, seandainya tanpa Terusan Suez pun, kedua laut yaitu Laut Merah dan Mediterania akan bisa bertemu dengan “mengelilingi” benua Afrika. Begitu pun tanpa terusan Panama pun sebenarnya sudah bisa bertemu dengan “mengelilingi” benua Amerika Utara atau Amerika Selatan.

KEDUA, ayat tersebut sudah turun jauh sebelum dibangunnya terusan Suez dan Panama, dengan kata lain kalau memang dikaitkan dengan terusan Suez dan Panama, maka kedua terusan tersebut haruslah sudah dibangun pada ayat tersebut diturunkan.

KETIGA, dalam bertemunya dua laut tersebut, tidak terjadi saling melampaui satu sama lain. Jadi, sekalipun keduanya bertemu melalui terusan, tetapi keduanya seharusnya tidak bisa saling berbaur. Ini tidak ditemukan dalam pertemuan Laut Merah dan Mediterania maupun Samudra Pasifik dan Atlantik.

Jadi, kriteria terusan Suez dan Panama kurang pas diasosiasikan dengan ayat ini. Oleh karena itu kita perlu mencari bukti lain yang sesuai dengan kriteria “Barzakh” atau “Haajiz” yang disebutkan dalam ayat tersebut.

Sebenarnya ada ayat lain yang dapat kita jadikan sebagai sebuah petunjuk untuk memecahkan teka-teki ini, yaitu dengan mengaitkannya dengan ayat yang berbunyi:

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir; yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” [QS. al-Furqaan 25:53]

Jadi, dua lautan yang dimaksud adalah yang berair tawar dan berair asin, tak lain dan tak bukan adalah pertemuan sungai yang besar dengan lautan.

Selanjutnya kita perlu mencari menterjemahkan kata “Barzakh” atau “Haajiz” yang disebut-sebut dalam kedua ayat tersebut.

Dalam kitab Mukhtar al-Shahhah karya Abu Bakr ar-Razi, kata “Barzakh” dapat bermakna sebagai sebuah dinding pembatas antara dua benda, dapat pula bermakna sebagai alam perantara antara alam dunia dan alam akhirat yang kita kenal sebagai alam kubur.

Adalah hal yang alamiah kita temui bila hampir kebanyakan semua sungai-sungai besar akan bermuara atau berakhir di tepi pantai. Namun biasanya pula kita tidak menemukan adanya batas yang berbentuk fisik yang menghalangi keduanya. Jadi apa yang menjadi batas dari keduanya?

Ternyata jawabannya ada pada unsur garam, secara kasat mata nyaris tak terlihat, namun unsur mikro itulah yang menjadi batas antara kedua air tersebut yang dengannya tidak bisa saling berbaur.

Bila kita telaah lebih dalam lagi, kedua air tersebut punya kadar garam (salinitas) yang berbeda. Salinitas air tawar kurang dari 0,05% sedangkan air laut lebih dari 3%.

Perbedaan kadar garam inilah yang menyebabkan kedua air ini sekalipun bertemu tetapi tidak bisa saling berbaur satu sama lain.

Bila keduanya di satukan dalam satu tempat, maka tentunya air yang berkadar garam rendah akan berada di posisi paling atas diikuti air yang berkadar garam lebih tinggi berada di bawahnya.

Kesimpulannya, “Barzakh” atau “Haajiz” yang dimaksud dalam ayat Quran tersebut mungkin yang paling mendekatinya adalah KADAR GARAM yang terkandung di dalam kedua air tersebut. Wallahu’alam bish showab.

Baca selengkapnya: http://dokterhanny.org/?p=1174

Foto berikut adalah salah satu contoh pemandangan pertemuan air tawar dan air laut di Milford Sound, pulau selatan Selandia Baru. Photo courtesy by judyskiwiadventure.blogspot.com/2008/09/spring-break.htmlPertemuan dua lautan disebut-sebut dalam beberapa ayat al-Quran. Di antaranya dalam kisah nabi Musa as [QS. al-Kahfi 18:60] dan mungkin yang paling banyak menarik perhatian kalangan ilmuwan adalah salah satu firman Allah SWT berikut ini:

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” [QS. Ar-Rahmaan 55:19-20]

Dalam ayat tersebut disebutkan adanya “Barzakh” atau pembatas sedangkan pada an-Naml 27:61 disebutkan adanya “Haajiz” atau pemisah.

Pada umumnya banyak yang menafsirkan dua lautan yang dimaksud adalah pertemuan antara Laut Merah dan Laut Mediterania dengan titik pemisahnya ada di Terusan Suez, atau pertemuan Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik dengan titik pemisahnya ada di Terusan Panama.

PERTAMA, seandainya tanpa Terusan Suez pun, kedua laut yaitu Laut Merah dan Mediterania akan bisa bertemu dengan “mengelilingi” benua Afrika. Begitu pun tanpa terusan Panama pun sebenarnya sudah bisa bertemu dengan “mengelilingi” benua Amerika Utara atau Amerika Selatan.

KEDUA, ayat tersebut sudah turun jauh sebelum dibangunnya terusan Suez dan Panama, dengan kata lain kalau memang dikaitkan dengan terusan Suez dan Panama, maka kedua terusan tersebut haruslah sudah dibangun pada ayat tersebut diturunkan.

KETIGA, dalam bertemunya dua laut tersebut, tidak terjadi saling melampaui satu sama lain. Jadi, sekalipun keduanya bertemu melalui terusan, tetapi keduanya seharusnya tidak bisa saling berbaur. Ini tidak ditemukan dalam pertemuan Laut Merah dan Mediterania maupun Samudra Pasifik dan Atlantik.

Jadi, kriteria terusan Suez dan Panama kurang pas diasosiasikan dengan ayat ini. Oleh karena itu kita perlu mencari bukti lain yang sesuai dengan kriteria “Barzakh” atau “Haajiz” yang disebutkan dalam ayat tersebut.

Sebenarnya ada ayat lain yang dapat kita jadikan sebagai sebuah petunjuk untuk memecahkan teka-teki ini, yaitu dengan mengaitkannya dengan ayat yang berbunyi:

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir; yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” [QS. al-Furqaan 25:53]

Jadi, dua lautan yang dimaksud adalah yang berair tawar dan berair asin, tak lain dan tak bukan adalah pertemuan sungai yang besar dengan lautan.

Selanjutnya kita perlu mencari menterjemahkan kata “Barzakh” atau “Haajiz” yang disebut-sebut dalam kedua ayat tersebut.

Dalam kitab Mukhtar al-Shahhah karya Abu Bakr ar-Razi, kata “Barzakh” dapat bermakna sebagai sebuah dinding pembatas antara dua benda, dapat pula bermakna sebagai alam perantara antara alam dunia dan alam akhirat yang kita kenal sebagai alam kubur.

Adalah hal yang alamiah kita temui bila hampir kebanyakan semua sungai-sungai besar akan bermuara atau berakhir di tepi pantai. Namun biasanya pula kita tidak menemukan adanya batas yang berbentuk fisik yang menghalangi keduanya. Jadi apa yang menjadi batas dari keduanya?

Ternyata jawabannya ada pada unsur garam, secara kasat mata nyaris tak terlihat, namun unsur mikro itulah yang menjadi batas antara kedua air tersebut yang dengannya tidak bisa saling berbaur.

Bila kita telaah lebih dalam lagi, kedua air tersebut punya kadar garam (salinitas) yang berbeda. Salinitas air tawar kurang dari 0,05% sedangkan air laut lebih dari 3%.

Perbedaan kadar garam inilah yang menyebabkan kedua air ini sekalipun bertemu tetapi tidak bisa saling berbaur satu sama lain.

Bila keduanya di satukan dalam satu tempat, maka tentunya air yang berkadar garam rendah akan berada di posisi paling atas diikuti air yang berkadar garam lebih tinggi berada di bawahnya.

Kesimpulannya, “Barzakh” atau “Haajiz” yang dimaksud dalam ayat Quran tersebut mungkin yang paling mendekatinya adalah KADAR GARAM yang terkandung di dalam kedua air tersebut. Wallahu’alam bish showab.

Baca selengkapnya: http://dokterhanny.org/?p=1174

Foto berikut adalah salah satu contoh pemandangan pertemuan air tawar dan air laut di Milford Sound, pulau selatan Selandia Baru. Photo courtesy by judyskiwiadventure.blogspot.com/2008/09/spring-break.html

1 komentar:

  1. Postulat KEDUA ga bener tuh om. Coba cek lagi.
    Terusan kuno penghubung laut tengah dan laut merah sudah dibangun 1000 tahun SEBELUM ayat alquran tsb turun, oleh raja-raja mesir dan persia. Terusan Suez yang kita kenal sekarang sekadar menggali ulang dan menyempurnakan kanal kuno yang tertimbun pasir dan sedimentasi saja.
    Jadi ketika ayat tsb turun, sudah pernah ada terusan yang mempertemukan laut tengah dan laut merah.

    BalasHapus